Flicker Images

BREAKING NEWS

Memuat...

Monday, January 4, 2016

Unknown

MENCARI PEMIMPIN NEGERI YANG AMANAH

Beberapa hari yang lalu negeri ini telah menggelar pesta demokrasi yang dilaksanakan secara serentak dari Sabang hingga Merauke. Pemilihan Kepala Daerah (pilkada) kali ini merupakan peristiwa yang istemewa yang mengukir wajah demokrasi bangsa ini. Konon yang dihelat hampir separuh dari jumlah kabupaten/kota. Jelas, itu menelan anggaran yang sangat luar biasa  besarnya. Satu tujuannya yaitu mencari sosok pemimpin. Tentunya pilkada yang diidam-idamkan oleh rakyat adalah figur pemimpin sebuah negeri yang mampu mengayomi dan mensejahterahkan rakyatnya menjadi kenyataan. Sudah barang tentu kalo seseorang mencalonkan dirinya sebagai pemimpin, pasti harus merakyat. Karena pemimpin hakikatnya adalah pelayan rakyat bukan dilayani rakyat.
Sudah menjadi rahasia umum, setiap pelaksanaan pilkada sang calon pemimpin ingin dikenal oleh publik. Nah, agar lebih dekat dan lebih dikenal oleh rakyat, calon kepala daerah (kada) melakukan blusukan ke kampung-kampung. Tebar senyum, tebar canda, tebar janji dan tidak ketinggalan tebar ‘salam tempel’. Itu sudah menjadi tren di era otonomi daerah.  Semakin kencang upaya tersebut, maka peluang besar dia akan menuai sukses. Yang penting saya bisa menjadi gubernur, bupati atau walikota. Di mana-mana ketika berkampanye selalu memberikan banyak harapan, impian, iming-iming dan segudang janji lainnya. Namun, apa yang terjadi ketika dia sudah duduk di singgasana. ‘Janji tinggallah janji’ kalimat itu yang populer kita dengar.
Sejarah mencatat bahwa, sejak roda otonomi daerah digelindingkan hingga sekarang ini masih sangat sedikit figur pemimpin yang benar-benar amanah sesuai tuntunan dalam Islam. Tidak sedikit pemimpin yang kental dengan dunia pesantren, paham hukum-hukum Islam tapi malah melepaskan tuntunan yang disyari’atkan, hanya karena hubbud dunya semata. Namun hanya sedikit sekali pemimin di negeri ini yang amanah dan mampu membawa negeri makin makmur dan damai. Sesungguhnya, kalo sang pemimpin itu mau berpijak kepada Jejak Rasulullah SAW., niscaya sang pemimpin tersebut akan disenangi rakyatnya karena mampu menjadi suri teladan bagi yang dipimpinnya.
Sebagaimana telah ditegaskan dalam Sabda Rasulullah SAW. “Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban atas yang dipimpinnya." (HR. Bukhari). Hakikat pemimpin adalah wujud tanggung jawab untuk mensejahterakan rakyatnya.  Oleh karenanya seorang kepala daerah yang terpilih seyogyanya harus mampu meningkatkan derajat kesejahteraan masyarakat antara lain dengan menumbuhkan  perekonomian masyarakat, menyediakan  perluasan lapangan kerja,  menaikkan upah minumum regional (UMR) yang sesuai dengan kondisi saat ini dan upaya lainnya. Pemimpin dalam konteks Indoensia, adalah sosok “pelayan” yang bertugas untuk memenuhi kepentingan “tuan” rakyat ini adalah Presiden, Menteri, DPR, MPR Gubernur, Bupati, Walikota,  kepala desa, dan semua birokrasi yang mendukungnya. Mereka ini adalah orang-orang yang kita beri kepercayaan (tentunya melalui pemilu/pilkada yang sedang berlangsung di sejumah daerah) untuk mengurus segala kepentingan dan kebutuhan kita sebagai rakyat.


Karena itu, bila mereka tidak melaksanakan tugasnya sebagai pelayan rakyat, maka kita sebagai “tuan” berhak untuk “memecat” mereka dari jabatannya.
Selanjutnya, pemimpin   harus bersikap adil bagi yang dipimpinnya. Untuk melihat sejauh mana seorang peimimpin itu telah berlaku adil terhadap rakyatnya adalah melalui keputusan-keputuasan dan kebijakan yang dikeluarkannya. Bila seorang pemimpin menerapkan hukum secara sama dan setara kepada semua warganya yang berbuat salah atau melanggar hukum, tanpa tebang pilih, maka pemimpin itu bisa dikatakan telah berbuat adil. Namun sebaliknya, bila pemimpin itu hanya menghukum sebagian orang (rakyat kecil) tapi melindungi sebagian yang lain (elit/konglomerat), padahal mereka sama-ama melanggar hukum, maka pemimpin itu telah berbuat dzalim dan jauh dari perilaku yang adil. Yang lagi ngetren adalah ada kelapa daerah yang menawarkan sebuah jabatan kepada aparat pemda dan memang harus ditebus dengan sejumlah uang  tanpa harus melihat kompentensi maupun syarat kecakapan yang dimiliki oleh PNS tadi. Tentu saja berhasil, karena sama-sama sepakat dan saling membutuhkan. Sedangkan aparat pemda yang sudah memenuhi kompetensi hanyalah tinggal di landasan, karena hanya menjaga syariat Alloh SWT.
Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya manusia yang paling dicintai allah pada hari kiamat dan yang paling dekat kedudukannya di sisi allah adalah seorang pemimpin yang adil. Sedangkan orang yang paling dibenci allah dan sangat jauh dari allah adalah seorang pemimpin yang zalim.” (HR. Turmudzi). Makna yang harus kita pahami dan aplikasikan dalam kehidupan adalah  menekankan bahwa kriteria adil sangat penting bagi seorang pemimpin. Tanpa nilai-nilai keadilan yang dijunjung tinggi oleh seorang pemimpin, maka sebuah kepemimpinan tidak akan berhasil mengangkat kesejahteraan umatnya. Karena itu, bisa kita fahami mengapa rasul berkali-kali menekankan akan pentingnya seorang pemimpin yang adil. Dalam hadis ini, seorang pemimpin yang adil akan ditempatkan sangat dekat sekali kedudukannya dengan Alloh SWT, sedangkan pemimpin yang dzalim adalah sangat dibenci sekali oleh Alloh SWT. Kedua balasan (imbalan dan ancaman) ini tentunya mencerminkan sebuah penghargaan Allah SWT. yang begitu besar kepada pemimpin yang mampu berbuat adil kepada rakyatnya, termasuk para bawahannya kepala daerah.
Coba kita lihat kepala daerah secara langsung menawarkan sebuah jabatan kepada aparat pemda dan memang harus ditebus dengan sejumlah uang  tanpa harus melihat kompentensi maupun syarat kecakapan yang dimiliki oleh PNS tadi. Tentu saja berhasil, karena sama-sama sepakat dan saling membutuhkan. Sedangkan aparat pemda yang sudah memenuhi kompetensi hanyalah tinggal di landasan, karena hanya menjaga syariat Alloh SWT. Pepatah para pemimpin masa kini adalah Laisa fulus manfusy. Begitulah wajah para pemimpin di negeri ini.
Sementara Rasulullah SAW mengajak para pemimpin/kholifah negeri ini tidak mengejar kedudukan dunia semata tapi mampu bersikap amanah, arif dan bijaksana. Sebagaimana Rasulullah menyerukan dalam hadist berikut yang artinya : Abu said (abdurrahman) bin samurah r.a. Berkata: rasulullah saw telah bersabda kepada saya : Ya Abdurrahman bin Samurah, jangan menuntut kedudukan dalam pemerintahan, karena jika kau diserahi jabatan tanpa minta, kau akan dibantu oleh allah untuk melaksanakannya, tetapi jika dapat jabatan itu karena permintaanmu, maka akan diserahkan ke atas bahumu atau kebijaksanaanmu sendiri. Dan apabila kau telah bersumpah untuk sesuatu kemudian ternyata jika kau lakukan lainnya akan lebih baik, maka tebuslah sumpah itu dan kerjakan apa yang lebih baik itu.     (HR. Muttafaqqun alaih).
Implementasi dari hadist di atas sebenarnya mengajarkan kepada kita tentang etika politik. Seorang politisi tidak serta-merta bebas dari etika, sebagaimana ditunjukkan oleh para politisi kita selama ini. Melainkan seorang politisi dan kehidupan politik itu sendiri harus berdasarkan sebuah kode etik. Bila kehidupan politik tidak berasarkan etika, maka kesan yang muncul kemudian bahwa politik itu kotor. Padahal, tidak selamanya politik itu kotor, Rasulullah SAW, sendiri pernah menjadi seorang politisi, tapi tidak pernah bermain kotor.

Bila kita mencermati hadis di atas, maka akan kita temukan bahwa citra “kekotoran” dari politik itu sebenarnya bersumber dari sikap para pelakuknya yang ambisius. Dalam hal ini, ambisi menjadi salah satu faktor uatama dalam membentuk sikap dan pandangan politik eseorang sehingga menjadi kotor. Betapa tidak, dari ambisi itu, seseorang bisa saja membunuh orang lain yang menjadi pesaing politiknya. Dan dari ambisi itu pula seseorang bisa melakukan apa aja untuk meraih jabatan politik yang diinginkannya, baik melalui korupsi, penipuan, pembunuhan, ke dukun, dsb. Oleh sebab itu, “menjaga ambsi” adalah sebuah etika politik yang diajarkan Islam kepada umatnya, terutama bagi mereka yang berkiprah di dunia politik.

Pilkada bukan  sebagai ‘mesin uang’ bagi si politisi publik. Namun realita yang terjadi di negeri ini? Tidak sedikit para kepala daerah, menteri dan legislator yang menikmati hidup di hotel sempit. Hampir separuh jumlah kepala daerah di negara kita merasakan sisa hidupnya di balik jeruji. Sebenarnya apa penyebabnya ? Salah satunya adalah perilaku money politics yang menjadi pemicunya. Itulah yang menjadi tradisi di era pilkada langsung diluncurkan. Marilah kita telaah sifat Amanah yang dimiliki Rasulullah SAW yang penuh dengan arif dan bijaksana, ramah, penyabar, pemaaf, penuh kasih sayang pada ummatna, dermawan, yang semuanya itu melekat pada diri Rasulullah SAW yang dikenal dengan Uswatun khasanah.  Menjadi pemimpin bak seorang orang tua bagi anaknya. Si anak harus mendapat perlindungan dan pemenuhan kesejahteraan hidupnya. 
Oleh karena itu kita berharap semoga dalam pilkada kali ini akan terlahir para pemimpin yang benar-benar amanah. Pemimpin yang peduli terhadap rakyatnya. Seperti yang dicontohkan Rasulullah SAW :
“Tidak beriman orang yang tidak bisa menjaga amanah yang dibebankan padanya. Dan tidak beragama orang yang tidak bisa menepati janjinya.” (HR. Ahmad bin Hambal).
Kita maknai bersama dalam kehidupan  sehari-hari seperti slogan-slgan keagamaan semisal : kebersihan adalah bagian dari iman, malu adalah bagian dari iman, dsb. Tapi kita jarang –atau mungkin tidak pernah  mengatakan bahwa menjaga amanat adalah bagian dari iman. Padahal, rasul juga pernah bersabda bahwa menjaga amanat adalah bagian dari dasar-dasar


keimanan dan keagamaan. Dan barang siapa yang tidak menjaga amanat maka rasul menyebut dia tidak sempurna iman dan agamanya.
Andai kita mengkampanyekan hadis ini ke masyarakat luas, apalagi di saat-saat kampanye presiden, bupati, gubernur, dsb, maka kita setidaknya telah menekan munculnya “potensi” penyelewengan amanat oleh pemimpin kita, meskipun itu sekecil semut. Hal itu karena dalam tradisi kepemimpinan kita, upaya menjaga amanat itu sangat kecil. Sumpah jabatan sebagai mekanisme penyerahan amanat ternyata tidak disertai sebuah mekanisme kontrol yang ketat terhadap amanat itu. Oleh sebab itu, kampanye keagamaan untuk mendorong seseorang (pemimpin) agar senantiasa menjaga amanat (kepemimpinanya) adalah penting segera kita galakkan. Penulis berharap dengan pilkada serentak ini semoga perilaku-perilaku yang tidak terpuji dapat berkurang dan bahkan bisa sirna di negeri tercinta ini.
            Harapan rakyat adalah munculnya seorang pemimpin yang amanah. Terakhir di tulisan ini adalah semoga para pemimpin negeri ini mampu mengikuti jejak Rasulullah SAW yang memiliki akhlaqul karimah sehingga rakyat manjadi sejahtera, tercipta kedamaian dan kenyamanan, pembangunan berjalan kondusif, pemerintahan menjadi lebih baik dan bersih dan menjadi suri tauladan yang baik. Semoga Alloh SWT memberikan pemimpin yang amanah seperti yang kita harapkan untuk mewujudkan baldatun thoyyibatun wa rafun ghofur. Wallohu a’lam bish showab.

Penulis :
ATIM SWASONO, SP, M.Sos

Pemerhati Sosial di Kabupaten Nganjuk

Unknown

About Unknown -

Author Description here.. Nulla sagittis convallis. Curabitur consequat. Quisque metus enim, venenatis fermentum, mollis in, porta et, nibh. Duis vulputate elit in elit. Mauris dictum libero id justo.

Subscribe to this Blog via Email :